Para Nabi dan Syuhada' pun Cemburu

Dari Abu Malik Al-Asy’ary, bahwa suatu ketika, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelesaikan sholatnya, maka beliau menghadap ke arah orang-orang dan bersabda,”Wahai manusia, dengarkan, pikirkan, dan amalkanlah. Sesungguhnya Allah azza wajalla memiliki hamba-hamba, yang mereka itu bukan para nabi dan bukan pula syuhada’, namun para nabi dan syuhada’ berharap seperti diri mereka, yang duduk bersanding dan dekat dengan Allah.

Lalu datang seorang arab Badui di pinggir kerumunan orang-orang lalu menunjukkan jarinya ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata,”Wahai nabi Allah, ada orang-orang yang mereka itu bukan nabi dan bukan pula syuhada’, yang para nabi dan syuhada’ itu berharap sekiranya seperti mereka, karena kedekatan mereka dengan Allah. Beritahukanlah kepada kami bagaimana gambaran mereka ?


Wajah beliau tampak berseri karena pertanyaan orang Badui tersebut. Maka beliau menjawab,”Mereka adalah orang-orang yang tak pernah dikenal dan terasing dari keluarga dan kabilahnya. Mereka tidak diikat oleh hubungan kekerabatan, namun mereka saling mencintai karena Allah dan saling rukun. Allah meletakkan bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya, lalu mendudukkan mereka di atasnya. Lalu Allah membuat wajah mereka dari cahaya, membuat pakaian mereka dari cahaya, membuat manusia heran terhadap mereka pada hari Kiamat, sementara mereka sendiri tidak heran. Mereka adalah para Wali Allah yang tiada ketakutan atas diri mereka, dan mereka tidak bersedih hati.(Musnad Imam Ahmad, 5/243)

Di hadits lain dikatakan :

Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya, didalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya, dari wajah-wajah mereka bercahaya, mereka bukan para Nabi ataupun Syuhada'. Para Nabi dan syuhada'  iri kepada mereka. Ketika ditanya para sahabat, “Siapakah mereka ya Rasulullah ?” Rasulullah menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah saling bersahabat karena Allah dan saling berkunjung karena Allah.
(HR Tirmidzi)

Kawan, sadarkah kita bahwa siap untuk berukhuwah berarti juga harus siap menerima segala perbedaan ? Mulai dari perbedaan pendapat, pemahaman, keragaman minat dan bakat, dan kemajemukan lainnya. Bersatu bukan berarti harus seragam harus selalu sesuai dengan visi dan misi hidup kita. Dua hal yang harus sama adalah akidah dan tujuan perjuangan kita, yaitu Islam dan ridho Allah Swt. Selebihnya adalah perbedaan yang akan menambah indah kehidupan kita bersama, keragaman yang akan memberi warna dalam setiap episode hidup kita. Bersaudara bukan berarti menolak perbedaan, menentang kemajemukan. Bukankah perbedaan itu sudah ada sejak generasi pertama agama ini. Lihatlah bagaimana para khulafaur rasyidin dengan lapang dada menerima perbedaan di antara mereka, tanpa ada rasa dendam, fitnah atau caci maki.

Mari kita rajut kembali ukhuwah itu dengan semangat keikhlasan dan tentu saja dorongan iman. Marilah kita membuka mata lebar-lebar dan mendengarkan dengan seksama agar kita terhindar dari segala perpecahan. Saudara-saudara kita bukanlah semata yang ada dalam kelompok kita atau dalam lingkungan masyakarakat terdekat kita saja. Perbedaan pendapat adalah kewajaran karena setiap pribadi manusia adalah unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing.

Abul-Aswad berkata :
Cintailah kekasihmu
Dengan cinta yang sederhana
Karena kamu tidak tahu
Kapan ia menjauhimu
Jika harus benci, maka bencilah
Tapi jangan menjauhi
Karena kamu tidak tahu
Kapan harus kembali
Alangkah sempitnya hati kita dan dangkalnya pikiran kita seandainya menganggap ukhuwah adalah sebuah keseragaman, dengan menafikan perbedaan. Ayo kita bersama rajut keindahan ukhuwah Islamiyah yang sejati itu.